10/19/2012

Suara Merdeka, Sabtu, 6 Oktober 2012 ( Tajuk Rencana ) Visi Kurikulum Pendidikan Karakter Ditulis kembali oleh : agus.3108

Percepatan penerapan kurikulum 2013/2014 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai Februari 2013, agaknya didorong oleh pernyataan Wakil Presiden Boediono tentang pendidikan sebagai kunci pembangunan. Apakah langkah percepatan itu terkait dengan keprihatinan terhadap pendidikan yang belum menghasilkan sumber daya manusia berkualitas; sebaliknya fenomena tawuran, narkoba, dan seks di kalangan pelajar makin memprihatinkan ?
Kita menghargai Kurikulum 2013 sebagai revisi Kurikulum 2006 lebih mengarah pada pembangunan karakter, terutama di level pendidikan dasar. Wajar bila kurikulam sebagai perangkat dan program pendidikan bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan membutuhkan keseimbangan antara aspek akademik dan karakter, terutama prasekolah dan sekolah dasar. Perubahan itu perlu kita sikapi secara bijak, dan kita jaga implementasinya secara optimal.
Pendidikan kita terjebak terlalu dalam ke muatan intelektualisme. Bukankah konstitusi mengamanatkan pembentukan insane cerdas secara intelektual, cerdas emosionl, berkepribadian, berkarakter nilai-nilai luhur dan agama. Dengan porsi dominan pada pendidikan karakter di sekolah dasar, mata pelajaran lebih sedikit, menekankan konten, tematik dan menempatkan guru sebagai inspirator; diharapkan mendorong lompatan-lompatan pemikiran siswa.
Kita mendukung prioritas pendidikan karakter sejak tingkat dasar, mengingat keberhasilan seseorang 80 % dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, dan hanya 20 % ditentukan kecerdasan otak ( IQ ).  Tantangan berat pendidikan karakter saat ini adlah dehumanisasi. Pendidikan mestinya membentuk sumber daya manusia berkemampuan holistic, professional secara akademik dan berkarakter; cinta Tuhan, tangguh, kreatif, mandiri, bertanggung jawab, rendah hati, dan toleran.
Tantangannya, mengubah mindset pendidikan menjadi paradigm akademik dan karakter, dengan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Implementasinya menuntut peran guru; bagaimana memaknai penyederhanaan mata pelajaran ini, tidak membosankan, tidak membebani murid dan guru. Dibutuhkan kreativitas untuk membentuk karakter anak melalui mata pelajaran yang bersifat umum, sains, dan ilmu sosial sebagai basic ilmu pengetahuan.
Tanpa peningkatan kualitas guru, perubahan kurikulum sehebat apa pun tidak akan membawa hasil. Apalagi dengan muatan visi pendidikan karakter. Ini tantangan berat, mengingat guru berkualitas tercatat hanya 42 %. Last but no least, jauhkan dunia pendidikan dari usikan kepentingan politik. Ini jelas membutuhkan political will yang kuat. Jika terjadi pembiaran seperti sekarang, nasib Kurikulum 2013 hanya akan setali tiga uang dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya.

No comments:

Post a Comment

Thank's for yours comment !