Kurikulum Berkarakter, Perlukah ?
Setelah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran ), Kementerian Pendidikan Nasional menggagas ide baru dengan inovasinya yang bertajuk Kurikulum Berkarakter. Pengelontoran terobosan baru dalam dunia
pendidikan ini dilandasi oleh keprihatinan pemerintah atas kenakalan
remaja yang sudah sampai taraf mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, tingkat
tawuran remaja ditahun 2010 ini meningkat dengan signifikan begitu juga
kasus hamil diluar nikah yang dialami siswi SMA bahkan SMP.
Melihat fenomena buruk yang menimpa
tunas-tunas bangsa tersebut, pemerintah merasa perlu untuk mengambil
sebuah langkah praktis guna menghentikan atau minimal mengurangi
lingkaran setan tersebut. dan tidak ada cara yang paling efektif
(menurut pemerintah ) selain dengan pembekalan akhlak dan pekerti yang
mulia. Oleh sebab itu pemerintah berkeinginan untuk menghidupkan kembali
pelajaran budi pekerti yang dulu pernah ada di era 60 an, hanya saja
tidak berwujud mata pelajaran secara terpisah namun melesap kesemua
unsur mata pelajaran disekolah.
Semua guru
diharapkan tidak hanya mentranformasikan ilmu yang dimilikinya namun
juga membimbing dan mendidik akhlak anak didiknya dengan teladan dan
contoh yang baik. Prof DR. Ramayulis menegaskan bahwa para guru adalah
pewaris Nabi yang berperan untuk mengajarkan akhlakul karimah kepada
manusia, sebagaimana amanat ini juga diemban oleh Nabi Muhammad saw
seperti yang telah diakui oleh beliau sendiri,” Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlakul karimah.”
Oleh sebab itu mendidik akhlak mulia
jauh lebih utama dibanding dengan membuat murid “pintar ” secara
kognitif. Orientasi pendidikan yang selama ini dianut oleh pemerintah
dalam menentukan tujuan pendidikan nasional selalu merujuk pada
angka-angka, sementara aspek yang berhubungan dengan sikap afektif murid
hanya dijadikan sebagai pelengkap bukan tujuan. Akibatnya adalah
pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan jago-jago mark up data, jago
manipulasi dan korupsi. mungkin saja, sekali lagi MUNGKIN, kurikulum
berkarakter yang dihembuskan oleh pemerintah merupakan bentuk ” taubatan
Nashuha” dari pemerintah atas dosa-dosa masa lalunya dan sekaligus
menjadi jawaban atas semua persoalan bangsa ini.
Hanya saja, berdasarkan pengalaman
bentuk aturan sebagus apapun di negeri ini selalu berakhir dengan
kegagalan. Entah apanya yang salah atau siapa yang keliru sehingga
bangsa yang konon bermartabat ini menjadi bangsa yang “pecundang”.
Wallohu a’lam
No comments:
Post a Comment
Thank's for yours comment !